EIGHT LIES OF MOTHER ( Delapan kebohongan Ibu)
A Story that I cannot forget....
(sebuah cerita yang tak dapat aku lupakan.....)
1. The story began when I was a child; I was born as a son of a poor
family. Even for eating, we often got lack of food. Whenever the time
for eating, mother often gave me her portion of rice. While she was
removing her rice into my bowl, she would say "Eat this rice, son. I'm
not hungry".
That was Mother's First Lie.
1. Cerita ini dimulai ketika aku masih kecil, saya terlahir sebagai
anak lelaki dari sebuah keluarga miskin. Yang terkadang untuk makan
pun kita sering kekurangan. Kapanpun ketika waktu makan, ibu selalu
memberikan bagian nasi nya untuk saya. Ketika beliau mulai memindahkan
isi mangkuknya ke mangkuk saya, dia selalu berkata "Makanlah nasi ini
anak ku. Aku tidak lapar"
ini adalah kebohongan Ibu yang pertama.
2. When I was getting to grow up, the persevering mother gave her
spare time for fishing in a river near our house, she hoped that from
the fishes she got, she could gave me a little bit nutritious food for
my growth. After fishing, she would cook the fishes to be a fresh fish
soup, which raised my appetite. While I was eating the soup, mother
would sit beside me and eat the rest meat of fish, which was still on
the bone of the fish I ate. My heart was touched when I saw it. I then
used my chopstick and gave the other fish to her. But she immediately
refused it and said "Eat this fish, son. I don't really like fish."
That was Mother's Second Lie.
2. Ketika aku mulai tumbuh dewasa, dengan tekun nya ibu menggunakan
waktu luangnya untuk memancing di sungai dekat rumah kami, dia
berharap jika dia mendapatkan ikan, dia dapat memberikan aku sedikit
makanan yang bergizi untuk pertumbuhan ku. Setelah memancing, dia akan
memasak ikan tersebut menjadi sup ikan segar yang meningkatkan selera
makan ku. Ketika aku memakan ikan tersebut, ibu akan duduk disebelah
ku dan memakan daging sisa ikan tersebut, yang masih menempel pada
tulang ikan yang telah aku makan. Hatiku tersentuh sewaktu melihat hal
tersebut, aku menggunakan sumpitku dan memberikan potongan ikan yang
lain kepadanya. Tetapi dia langsung menolaknya dengan segera dan
mengatakan " Makanlah ikan itu nak, aku tidak seberapa menyukai ikan"
Itu adalah kebohongan ibu yang ke dua
3. Then, when I was in Junior High School, to fund my study, mother
went to an economic enterprise to bring some used-matches boxes that
would be stuck in. It gave her some money for covering our needs. As
the winter came, I woke up from my sleep and looked at my mother who
was still awoke, supported by a little candlelight and within her
perseverance she continued the work of sticking some used-matches box.
I said, "Mother, go to sleep, it's late, tomorrow morning you still
have to go for work." Mother smiled and said "Go to sleep, dear. I'm
not tired."
That was Mother's Third Lie.
3. Kemudian, ketika aku berada di bangku sekolah menengah, untuk
membiayai pendidikan ku, ibu pergi ke sebuah badan ekonomi (KUD) dan
membawa kerajinan dari korek api bekas. kerajinan tersebut
menghasilkan sejumlah uang untuk menutupi kebutuhan kami. Ketika musim
semi datang, aku terbangun dari tidurku dan melihat ibuku yang masih
terjaga, dan ditemani cahaya lilin kecil dan dengan ketekunan nya dia
melanjutkan pekerjaan nya menyulam. Aku berkata "Ibu, tidurlah,
sekarang sudah malam, besok pagi kamu masih harus pergi bekerja." Ibu
tersenyum dan berkata "Pergilah tidur, sayang. Aku tidak Lelah."
Itu adalah kebohongan ibu yang ke tiga
4. At the time of final term, mother asked for a leave from her work
in order to accompany me. While the daytime was coming and the heat of
the sun was starting to shine, the strong and persevering mother
waited for me under the heat of the sun's shine for several hours. As
the bell rang, which indicated that the final exam had finished,
mother immediately welcomed me and poured me a glass of tea that she
had prepared before in a cold bottle. The very thick tea was not as
thick as my mother's love, which was much thicker. Seeing my mother
covering with perspiration, I at once gave her my glass and asked her
to drink too. Mother said "Drink, son. I'm not thirsty!?
That was Mother's Fourth Lie.
4. Pada saat Ujian akhir, ibu meminta izin dari tempat ia bekerja
hanya untuk menemaniku. Pada saat siang hari dan matahari terasa
sangat menyengat, dengan tabah dan sabar ibu menugguku dibawah terik
sinar matahari untuk beberapa jam lamanya. Dan setelah bel berbunyi,
yang menandakan waktu ujian telah berakhir, Ibu dengan segera
menyambutku dan memberikan ku segelas teh yang telah beliau siapkan
sebelumnya di botol dingin. kental nya teh terasa tidak sekental kasih
sayang dari Ibu, yang terasa sangat kental. Melihat ibu menutup botol
tersebut dengan rasa haus, langsung saya memberikan gelasku dan
memintanya untuk minum juga. Ibu berkata "Minumlah, nak. Ibu tidak
haus!"
Itu kebohongan ibu yang ke empat
5. After the death of my father because of illness, my poor mother had
to play her role as a single parent.. By held on her former job, she
had to fund our needs alone. Our family's life was more complicated.
No days without sufferance. Seeing our family's condition that was
getting worse, there was a nice uncle who lived near my house came to
help us, either in a big problem and a small problem. Our other
neighbors who lived next to us saw that our family's life was so
unfortunate; they often advised my mother to marry again. But mother,
who was stubborn, didn't care to their advice; she said "I don't need
love."
That was Mother's Fifth Lie.
5. Setelah kematian ayahku yang disebabkan oleh penyakit, Ibuku
tersayang harus menjalankan peran nya sebagai orang tua tunggal.
dengan mengerjakan tugasnya terlebih dahulu, dia harus mencari uang
untuk memenuhi kebutuhan kami sendiri. Hidup keluargaku menjadi
semakin kompleks. Tak ada hari tanpa kesusahan. Melihat keadaan
keluargaku pada saat itu yang semakin memburuk, ada seorang paman yang
tinggal dekat rumahku datang untuk menolong kami, baik masalah yang
besar dan masalah yang kecil. Tetangga kami yang lain yang tinggal
dekat dengan kita melihat kehidupan keluarga kami sangat tidak
beruntung, Mereka sering menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi
ibu yang sangat keras kepala, tidak memperdulikan nasihat mereka, dia
berkata " Saya tidak butuh cinta"
Itu adalah kebohongan ibu yang ke lima
6. After I had finished my study and then got a job, it was the time
for my old mother to retire.. But she didn't want to; she was sincere
to go to the marketplace every morning, just to sell some vegetable
for fulfilling her needs. I, who worked in the other city, often sent
her some money to help her in fulfilling her needs, but she was
stubborn for not accepting the money. She even sent the money back to
me. She said "I have enough money."
That was Mother's Sixth Lie.
6. Setelah saya menyelesaikan pendidikanku dan mendapatkan sebuah
pekerjaan. itu adalah waktu bagi ibuku untuk beristirahat. Tetapi dia
tetap tidak mayu; dia sangat bersungguh-sungguh pergi ke pasar setiap
pagi, hanya untuk menjual beberapa sayuran untuk memenuhi kebutuhan
nya. Saya, yang bekerja di kota yang lain, sering mengirimkan beliau
sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan nya, tetapi Beliau
tetap keras kepala untuk tidak menerima uang tersebut. Beliau sering
mengirim kembali uang tersebut kepadaku. Beliau berkata "Saya punya
cukup uang"
itu adalah kebohongan ibu yang ke enam
7. After graduated from Bachelor Degree, I then continued my study to
Master Degree. I took the degree, which was funded by a company
through a scholarship program, from a famous University in America. I
finally worked in the company. within a quite high salary, I intended
to take my mother to enjoy her life in America. But my lovely mother
didn't want to bother her son; she said to me "I'm not used to."
That was Mother's Seventh Lie.
7. Setelah lulus dari program sarjana, kemudian saya melanjutkan
pendidikan saya ke tingkat Master, saya mengambil pendidikan tersebut,
dibiayai oleh sebuah perusahaan melalui sebuah program beasiswa, dari
sebuah Universitas terkenal di Amerika. Akhirnya saya bekerja pada
perusahaan tersebut. Dengan gaji yang lumayan tinggi, saya berniat
untuk mengambil Ibu dan mengajak nya untuk tinggal di amerika. Tetapi
Ibuku tersayang tidak mau merepotkan anak lelakinya, Beliau berkata
kepadaku "Saya tidak terbiasa"
itu adalah kebohongan ibu yang ke tujuh
8. After entering her old age, mother got a flank cancer and had to be
hospitalized. I, who lived in miles away and across the ocean,
directly went home to visit my dearest mother. She lied down in
weakness on her bed after having an operation. Mother, who looked so
old, was staring at me in deep yearn. She tried to spread her smile on
her face; even it looked so stiff because of the disease she held out.
It was clear enough to see how the disease broke my mother's body,
thus she looked so weak and thin. I stared at my mother within tears
flowing on my face. My heart was hurt, so hurt, seeing my mother on
that condition. But mother, with her strength, said "Don't cry, my
dear. I'm not in pain."
That was Mother's Eight Lie.
8. Sewaktu memasuki masa tua nya, ibu terkena kanker tenggorokan dan
harus dirawat di rumah sakit. Saya yang terpisah sangat jauh dan
terpisah oleh lautan, segera pulang ke rumah untuk mengunjungi ibuku
tersayang. Beliau terbaring lemah ditempat tidurnya selepas selesai
menjalankan operasi. Ibu yang terlihat sangat tua, menatapku dengan
tatapan rindu yang dalam. Beliau mencoba memberikan senyum diwajahnya.
meskipun terlihat sangat menyayat dikarenakan penyakit yang
dideritanya. Itu sangat terlihat jelas bagaimana penyakit tersebut
menghancurkan tubuh ibuku. dimana beliau sangat terlihat lemah dan
kurus. Saya mulai mencucurkan airmata di pipi dan menangis. Hatiku
sangat terluka, teramat sangat terluka, melihat ibuku dengan keadaan
yang demikian. Tetapi ibu, dengan segala kekuatannya, berkata "jangan
menangis, anakku sayang, Ibu tidak sakit"
Itu adalah kebohongan ibu yang ke delapan
After saying her eighth lie, my dearest mother closed her eyes forever!
setelah megatakan kedelapan kebohongan nya, Ibuku tersayang menutup
matanya untuk selamanya!
With Kind Regards
Mohammad Usman
Jeddah
SAUDI ARABIA
__________________________________________
dikutip dari http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=206&com_id=131&com_rootid=130&
Ya Alloh, jadikan kami orang yang selalu berbakti kepada orangtua...
Sejarah Awal Tarekat dan Nama Aliran Tarekat
1 bulan yang lalu
nice story,,
BalasHapusterharu banget bacanya..
Terimakasih ,salam sukses
BalasHapus